JAKARTA Banua Nusantara – Majelis Hakim menjatuhkan vonis delapan tahun penjara terhadap Mantan Gubernur Papua Lukas Enembe di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis (19/10/2023).
Terhadap vonis tersebut, Lukas hanya dapat berkata pelan. “Putusan itu tidak adil, saya tidak pernah korupsi dan tidak pernah terima suap,” ujar Lukas yang duduk di kursi roda usai sidang di PN Jakpus, Kamis (19/10/2023).
Ditambahkannya, terhadap putusan tersebut, dengan nada lirih, Lukas berkata pelan. “Saya tolak putusan tersebut,” kata Lukas. Penolakan Lukas tersebut juga diucapkan di depan muka persidangan.
“Bapak Lukas menolak putusan hakim,” ujar kuasa hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona, yang mendampingi Lukas di muka sidang.
Terkait dengan putusan, Kuasa hukum Lukas lainnya, Otto Cornelis Kaligis mengatakan, pertimbangan hakim, yang menyatakan bahwa Lukas menerima suap dari pengusaha Pitun Enumbi itu tidak benar.
“Di persidangan tidak ada saksi yang menerangkan bahwa Pak Lukas menerima uang dari Pitun. Hakim hanya mengambil dari keterangan saksi di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Kami punya rekaman persidangan, dimana tidak ada seorang saksi pun yang menjelaskan penerimaan uang dari Pitun,” ujar Kaligis yang didampingi Antonius Eko Nugroho, Cosmas Refra dan Sapar Sujud.
Sedangkan menurut Petrus Bala Pattyona, keterangan saksi yang menjelaskan penerimaan uang dari Pitun itu penting, karena yang dipertimbangkan di persidangan itu, keterangan saksi di muka sidang, bukan keterangan saksi di BAP.
“Dan juga selama persidangan, Pitun itu tidak pernah dihadirkan di muka persidangan karena sedang sakit,” tukas Petrus yang didampingi Cyprus A Tatali.
Ditambahkannya, tentang pertimbangan hakim bahwa Lukas menerima uang satu miliar sembilan ratus juta rupiah dari pengusaha Budi Sultan.
“Di persidangan, Budi Sultan menyatakan, dia dihubungi Sherly Susan yang akan pinjam duit satu miliar rupiah, dan memang dikirim Budi Sultan melalui Putri Sultan. Terus dimana hubungan dengan Pak Lukas,” papar Petrus.
Dengan tegas Petrus mengatakan, putusan hakim itu putusan zholim.
Yang benar dari putusan hakim hari ini adalah tentang kepemilikan Hotel Angkasa yang dinyatakan hakim itu milik Rijatono Lakka, pengusaha, dan bukan milik Lukas. Karena selama ini KPK menuduh dan selalu nenyiarkan bahwa Hotel Angkasa itu milik Lukas.
“Yang senada dengan pembelaan kami adalah tentang Hotel Angkasa. Itu benar punya Rijatono berdasarkan bukti sertifikat hak miliknya, apalagi Rijatono membeli tanak dari anaknya Gubernur Isak Hindom tahun 1999, sedang Pak Lukas menjadi Gubernur Papua tahun 2013,” tukas Petrus.
Sedangkan kuasa hukum Lukas lainnya, Antonius Eko Nugroho mengatakan, seharusnya hakim juga mempertimbangkan kondisi kesehatan Pak Lukas yang menderita ginjal kronis, stroke empat kali, dan jantung.
Dalam amar putusan hakim menyatakan Lukas dihukum 8 tahun, membayar uang pengganti 19 miliard dan denda 500 juta. Ia juga dicabut hak politiknya untuk menduduki jabatan pemerintahan selama 5 tahun setelah menjalani pidana. Atas putusan tersebut Lukas langsung menyatakan menolak sementara Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir. (Amri)